Tuesday, May 11, 2010

REBUNG KE BETONG; PERJALANAN MENCARI CAHAYA

Semasa zaman kecil-kecil dahulu, terdapat banyak pokok-pokok buluh diseberang jalan berhadapan dengan rumah saya. Zaman kecil yang sangat indah. Hinggakan ke hari ini liuk lentok rimbunan buluh masih lagi terbayang-bayang di mata. Bunyi gemersik bebuluh yang saling bersilang pula masih lagi terngiang-ngiang di gegendang telingga. Subahanallah… kalaulah dapat digambarkan, betapa sejuknya sepoi-sepoi angin yang bertiup dibawah rimbunan itu, meniup bersama dedaunan buluh yang berterbangan.


Buluh. Sangat sinonim dengan masyarakat melayu terutamanya dikampung-kampung. Siapa yang tidak kenal dengan meriam buluh, lemang, masak rebung dan pelbagai lagi kegunaannya. Maka dilihat pula oleh orang melayu akan ibrah disebalik kejadian tuhan yang indah itu. Kata pepatah orang lama ‘melentur buluh biarlah dari rebungnya’. Menelusuri makna disebalik pepatah ini, sudah pasti ramai yang pernah mendengar atau paling tidak pernah dibuat-buat karangan mengenainya dibangku sekolah dahulu.

Rebung, sebagaimana yang kita sedia maklum merupakan tunas muda bagi sebatang buluh. Lambang kepada kehidupan yang serba baru, segar dan masih lagi lembut untuk diarah-arahkan, dibentuk-bentuk malah boleh sahaja dihancurkan dengan tangan. Setelah beberapa ketika, maka besarlah si rebung tadi menjadi sebatang buluh. Masih lagi banyak manfaatnya. Namun kondisinya sudah tidak sama, tidak lagi boleh dibentuk-bentuk. Andai dipaksa pasti patah dan mati berantakan. Begitulah hakikatnya kejadian manusia itu sebagai mana yang ditamsilkan oleh orang tua-tua.

Maka diambil pula kesimpulan oleh orang zaman terkemudian. Dianggap pula dirinya telah lama lemas dalam suasana. Kata mereka, telah lama terendam dalam kejahilan. Telah lapuk disiram hujan kemaksiatan. Nah! Bagaimana mampu diubah lagi? Rebung sudah menjadi betong! Sudah terlambat untuk berubah lantaran masa-masa muda dan kecil dahulu sudah tidak punya apa-apa peluang. Mudah sahaja ditujukan kepada takdir! Tidak pernahkah kita sedar, bahawa kita ini milik Nya, Segala-gala dalam genggamannya, bahkan Allah swt itu jauh lebih mengetahui tentang diri kita berbanding kita sendiri. Sama-samalah kita hayati hadith ini;

“Dari Abu Dzar Al Ghifari radhiallahuanhu dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam sebagaimana beliau riwayatkan dari Rabbnya Azza Wajalla bahwa Dia berfirman: Wahai hambaku, sesungguhya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim. Wahai hambaku semua kalian adalah sesat kecuali siapa yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan kalian hidayah. Wahai hambaku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian makanan. Wahai hamba-Ku, kalian semuanya telanjang kecuali siapa yang aku berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian pakaian. Wahai hamba-Ku kalian semuanya melakukan kesalahan pada malam dan siang hari dan Aku mengampuni dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni. Wahai hamba-Ku sesungguhnya tidak ada kemudharatan yang dapat kalian lakukan kepada-Ku sebagaimana tidak ada kemanfaatan yang kalian berikan kepada-Ku. Wahai hambaku seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir, dari kalangan manusia dan jin semuanya berada dalam keadaan paling bertakwa diantara kamu, niscaya hal tersebut tidak menambah kerajaan-Ku sedikitpun . Wahai hamba-Ku seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir, dari golongan manusia dan jin diantara kalian, semuanya seperti orang yang paling durhaka diantara kalian, niscaya hal itu mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun juga. Wahai hamba-Ku, seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir semunya berdiri di sebuah bukit lalu kalian meminta kepada-Ku, lalu setiap orang yang meminta Aku penuhi, niscaya hal itu tidak mengurangi apa yang ada pada-Ku kecuali bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan di tengah lautan. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya semua perbuatan kalian akan diperhitungkan untuk kalian kemudian diberikan balasannya, siapa yang banyak mendapatkan kebaikaan maka hendaklah dia bersyukur kepada Allah dan siapa yang menemukan selain (kebaikan) itu janganlah ada yang dicela kecuali dirinya.”
(Riwayat Muslim)


Dalam kehidupan kita, tiada satupun yang akan terjumpa dengan kesempurnaan kerana kita tidak sentiasa bertuah, ataupun dapat lari dari dosa-dosa. Dari itu, sudah pasti “Sang Buluh” boleh dilentur. Fitrah alam, perlu bekerja. Mintalah kepadaNya… Hidayah itu kadangkala perlu dituju. Bukankah pepohon buluh itu juga membesar kerana menuju cahaya?

No comments:

Post a Comment